Pimpinan Wilayah

ANSOR KALBAR
Belakangan ini, seruan boikot produk Israel dan sekutunya kembali menguat seiring dengan
terjadinya Invasi besar-besaran yang dilakukan Zionis Israel ke Jalur Gaza yang telah mengakibatkan belasan juta jiwa menjadi korban.

Secara sederhana, boikot dapat dimaknai sebagai upaya penolakan untuk bekerja sama (berurusan dagang) atau untuk melakukan transaksi komersial dengan suatu organisasi sebagai protes terhadap kebijakannya.

Majlis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah merilis fatwa nomor 83 tahun 2023 yang mewajibkan umat Islam untuk mendukung perjuangan Palestina dan mengharamkan sikap mendukung Israel, baik langsung maupun secara tidak langsung.

Kuat ditengarai, banyak perusahan-perusahan besar yang turut berkontribusi dalam menopang ekonomi Israel dan diantaranya dialokasikan untuk pembelian senjata yang digunakan untuk menjajah Palestina. Oleh sebab itu, boikot produk Israel diharapkan mampu memberikan tekanan ekonomi dan politik kepada Israel dan negara-negara pendukungnya, seperti Amerika Serikat, yang telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan hukum internasional.

Dalam perspektif sosial-politik, pemboikotan ini menjadi salah satu bentuk solidaritas dan perlawanan terhadap penjajahan dan zionisme yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina. 

Nah… berbicara tentang desakan boikot produk kuffar ini, ternyata bukanlah barang baru dalam sistem ketatanegaraan Islam. Kalau kita baca catatan Ibnu al-`Adhim (w.660 H) dalam Bughyatu At-Thalab fi Tarikh Halab (Juz 7: 3194) kebijakan ini pernah juga dilakukan oleh Khalifah Abdul Malik bin Marwan (w.86 H).

أخبرنا أبو البركات محمد بن أبي الامانة جبريل بن المغيرة بن سلطان في كتابه الينا من الديار المصرية- ونقلته من خطه-

قال: أخبرنا أبو الجيوش عساكر بن علي ابن اسماعيل بن نصر المقرئ، قيل له: أنبأكم أبو عبد الله محمد بن أحمد بن ابراهيم

الرازي قال: أخبرنا أبو الحسن محمد بن الحسين بن محمد بن الحسين المعروف بابن الطفال قال: أخبرنا أبو محمد الحسن بن

رشيق العسكري قال: حدثنا أبو القاسم عبد الله بن الحسين المصبعي قال: حدثنا أبو رفاعة عمارة بن وثيمة ابن موسى بن

الفرات قال: قال محمد- يعني- بن عبد الله بن عبد الحكم: أول من ضرب الدنانير في الاسلام عبد الملك بن مروان، وانما

كانت الدنانير تأتي من بلد الروم، ويطلق لهم القراطيس، وكان يكتب في رؤوس الطوامير «لن يستنكف المسيح أن يكون

عبدا لله ولا الملائكة المقربون» الى آخر الآية، فلما نظر ملك الروم الى الكتاب قال: ما هذا؟ فقرىء له، شتموا- الهك الذي

تعبد، يعنون عيسى، فغضب وكتب الى عبد الملك يقول: والله لئن كتبت بعد هذا في الطوامير لأنقشن في الدنانير شتم نبيك،

فاغتم عبد الملك، فدخل عليه خالد بن يزيد بن معاوية وكان داهيا، فأخبره فقال له خالد: لا تغتم اجعل عندك دارا للضرب،

واضرب فيها وامنعه القراطيس فانه سيحتاج اليها فيأخذها على ما تشاء، وأبى ففعل، فكان أول من ضربها في الاسلام

Pemerintahan Dinasti Bani Umayah di bawah Khalifah Abdul Malik bin Marwan (685-705) pernah menjalin kerjasama bilateral dengan kekaisaran Romawi berupa ekspor-impor. Pemerintah Islam kala itu mengimpor koin dinar dari Romawi, dan sebaliknya Romawi mengimpor kertas dari kekhalifahan Islam. Sambil mengimpor kertas ini, khalifah Abdul Malik bin Marwan tak lupa menyisipkan pesan-pesan dakwahnya ke Romawi dengan menuliskan potongan ayat QS. an-Nisa: 172 pada bagian atas notanya; “Al-Masih sama sekali tidak enggan menjadi hamba Allah, dan begitu pula para malaikat yang terdekat (kepada Allah) ….” (QS.4: 172).

Mengetahui hal itu, Kaisar Romawi berang dan mengancam balik Abdul Malik; “demi Tuhan, jika engkau ulangi lagi hal ini, akan aku tulis juga dalam koin dinar ini kata-kata yang mencaci nabimu”. Abdul Malik bin Marwan mulai ngeper dan merasa galau atas ancaman ini.

Hingga akhirnya datanglah Khalid bin Yazid bin Mu`awiyah memberikan solusi; “ente tak perlu khawatir bro, buat saja pabrik pembuatan koin dinar sendiri, jangan impor lagi dari Romawi, terus ente stop ekspor kertas ke mereka, pasti mereka akan memelas dan kamu dapat melakukan kebijakanmu”.

Boikot produk Israel adalah salah satu cara untuk menunjukkan kecintaan dan kepedulian kita kepada Palestina, yang merupakan tanah suci dan bersejarah bagi umat Islam. Kita tak mampu dan tak perlu angkat senjata langsung terjun ke medan perang bergabung dengan para mujahiddin di Palestina. Akan tetapi, minimal kita perlu tunjukan kepedulian dan solidaritas kita atas penderitaan saudara-saudara kita di Palestina. 

Dalam kaedah fiqhiyah dinyatakan:

ما لا يدرك كله لا يترك كله

Sesuatu yang tidak bisa dilakukan seluruhnya janganlah ditinggal seluruhnya Terakahir, melihat kebiadaban Zionis Israel yang sudah bertindak di luar –“nurul”, saya jadi teringat dengan kata-kata Kang Erdogan; “Tak perlu menjadi muslim untuk membela Palestina. Cukup kau menjadi manusia!”. 

Penulis : Kang Hari 

Dosen IAIN Pontianak

Subcribe Channel YouTube Ansor Kalbar Klik Disini

Komentar

Lebih baru Lebih lama