FOTO : Detik
ANSOR KALBAR MEDIA, Pontianak - Kemnenterian Agama Republik Indonesia terus membenahi layanan ramah disabilitas. Seperti madrasah inklusi, haji ramah lansis dan disabilitas.
Terbaru, Kemenag RI menyelesaikan penyusunan mushaf Al-Qur'an Bahasa Isyarat 30 Juz. Dikutip dari NU Online, proses penyusunan mushaf Alquran Bahasa Isyarat sudah selesai dan segera dicetak.
Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas berharap, hadirnya mushaf Alquran Isyarat ini dapat memudahkan akses masyarakat disabilitas terhadap kitab suci.
Selain Alquran Bahasa Isyarat, Kementerian Agama juga memiliki mushaf Alquran 30 juz standar Braille. Mushaf ini lebih diperuntukkan kepada masyarakat disabilitas netra. Alquran 30 juz standar Braille saat ini juga masih dalam tahap penyempurnaan.
Seperti dikutip NU Online, Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) H Abdul Aziz Sidqi mengungkapkan, bahwa mushaf Al-Qur'an Isyarat telah hadir dalam format digital dan dapat diakses melalui aplikasi Pusaka Superapps Kementerian Agama.
Saat ini, pihaknya sedang melakukan proses cetak mushaf Al-Qur'an Isyarat dan rencananya terbit pada akhir 2023.
"Kita siapkan versi cetaknya. Insya Allah akan selesai pada akhir 2023 ini,” kata Aziz, panggilan akrabnya, di Gedung Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal, TMII Jakarta.
Senada dengan Menag Yaqut Cholil Qoumas, Aziz mengaku pihaknya telah melakukan kajian. Hasilnya, sekarang belum ada cetakan mushaf Al-Qur’an Bahasa Isyarat.
"Setelah kami lakukan semacam kajian, ini adalah mushaf Al-Qur’an Isyarat pertama 30 juz yang ada di dunia,” sambungnya.
Menurut Aziz, mushaf Al-Qur’an Isyarat diperkirakan memiliki halaman lebih tebal dari mushaf pada umumnya. Ini karena, mushaf Al-Qur’an Isyarat memuat tidak hanya teks Al-Qur’an semata, tetapi juga akan memuat font isyaratnya. Mushaf Al-Qur'an Isyarat akan dicetak dalam dua jilid.
Jilid pertama mencakup Juz 1-15, sementara jilid kedua mencakup Juz 16-30. Rencananya, dalam terbitan pertama akan dicetak kurang lebih 1.000 hingga 2.000 eksemplar.
“Kurang lebih sekitar, 1.000-2.000 eksemplar. Jadi, karena ini tidak sama seperti Al-Qur’an biasa, kita buat 2 jilid karena, kalau (juz 1-30) 1 jilid, ini akan tebal sekali,” katanya.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam mushaf Al-Qur'an Isyarat yaitu metode kitabah dan metode tilawah. Pada proses penyusunannya, Aziz menyebut pihaknya bersinergi dengan para ahli, teman disabilitas tuli, dan berbagai organisasi terkait.
“Bersama-sama merumuskan kesepakatan mengenai huruf, harakat, dan tanda baca. Setelah itu, tim yang sama menyusunnya dengan melibatkan semua stakeholder yang terlibat,” urai dia.
“Kita cek satu persatu, kita susun ayatnya mulai dari Al-Fatihah, sampai An-Nas, kita cek dan baca satu persatu, hurufnya harakatnya, karena ini Al-Quran tidak boleh ada yang kurang atau kelebihan huruf maupun harakat. Kami mematikan bahwa nanti Al-Qur’an yang kami cetak sudah sahih, tidak ada lagi kesalahan. Tidak ada lagi kesalahan,” imbuhnya.
Aziz menjelaskan bahwa proses penyusunan mushaf Al-Qur'an Isyarat sudah dimulai sejak 2021 dengan diawali menyusun panduan membaca Al-Qur'an bahasa isyarat.
Setelah peluncuran Juz 'Amma bahasa isyarat pada 2022, pihaknya kemudian melanjutkan penyusunan seluruh 30 juz Al-Qur'an dalam bahasa isyarat.
Mushaf Al-Qur’an Isyarat ini, terang Aziz, merupakan wujud perhatian penuh pemerintah dalam hal ini Kemenag melalui LPMQ terhadap layanan keagamaan, khususnya terkait Al-Qur'an.
Upaya ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menegaskan hak penyandang disabilitas untuk mendapatkan layanan kitab suci dan lektur keagamaan yang mudah diakses.
“Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas di mana di situ disebutkan dalam Pasal 14 di huruf C itu jelas dikatakan bahwa penyandang disabilitas juga berhak mendapat layanan kitab suci dan juga lektur keagamaan yang mudah diakses,” ujarnya (*)
Posting Komentar